Feeport - Tambang Emas
Harapan Anggota DPR, "Kontrak Freeport Tidak Diperpanjang"
Di kutip dari VIVA.co.id
Anggota DPR RI Fraksi PDIP Masinton Pasaribu menganalogikan Freeport seperti pada VOC dulu sebelum kemerdekaan. Secara kasat mata, keberadaan Freeport seperti negara dalam negara.
Anggota DPR RI Fraksi PDIP Masinton Pasaribu menganalogikan Freeport seperti pada VOC dulu sebelum kemerdekaan. Secara kasat mata, keberadaan Freeport seperti negara dalam negara.
"Dia (Freeport) punya otoritas sendiri. Dia tidak tunduk pada undang-undang dan bisa eksplorasi tambang tanpa kita ketahui," ujar Masinton dalam diskusi di Warung Komando, Jakarta, Minggu 20 Desember 2015.
Menurutnya, pemerintah seakan tidak memiliki otoritas apa-apa untuk mengawasi operasi Freeport. Karena itu, menurutnya perlu diurai keberadaan dan bagaimana pengelolaan Freeport sejak mulai adanya kontrak karya.
"Ini dalam rangka menjaga kepentingan nasional dan bukan orang per orang. Lalu supaya ke depan tidak terjadi lagi tragedi kontrak karya yang tidak adil buat bangsa," kata Masinton.
Ia berharap pemerintah tidak lagi mengupayakan perpanjangan dan negosiasi Freeport. Tidak meneruskan perpanjangan kontrak Freeport menurutnya cara untuk menyelamatkan aset dan memberikan warisan untuk generasi akan datang.
"Arahan presiden jelas untuk kepentingan masyarakat Indonesia dan masyarakat Papua. Tidak usah diperpanjang kenapa? Kan emasnya tidak hilang," kata Masinton.
Kontrak Habis, Freeport Bisa Dinasionalisasi
Desakan untuk menasionalisasi aset-aset perusahaan tambang PT Freeport Indonesia di Grasberg, Papua, semakin kuat.
Akan tetapi, pengamat pertambangan Marwan Batubara mengatakan, opsi nasionalisasi akan menimbulkan situasi yang kurang kondusif bila dilakukan saat ini. Kebijakan itu akan membuat investor asing takut menanamkan modal di Indonesia.
"Nasionalisasi itu bukan berarti kita bisa caplok semua aset di tambang itu. Di peraturan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), kalau mau nasionalisasi itu kita harus bayar ganti rugi," kata Marwan dalam diskusi di Jakarta, Minggu 20 Desember 2015.
Menurut Marwan, opsi nasionalisasi yang terbaik adalah dengan menunggu saja kontrak karya Freeport habis pada 2021. Selain itu pemerintah juga masih bisa melakukan negosiasi kontrak karya yang bisa menguntungkan Indonesia.
"Kalau kemudian ada negosiasi, itu bisa menjadi preseden yang baik. Kita tidak ingin perpanjang misalnya, tapi kalau Freeport masih mau perpanjang ya silahkan, tapi ada ketentuan yang harus dipenuhi," ujar Marwan.
Sementara itu anggota DPR Fraksi Partai Golkar, Eni Maulani Saragih, meminta masyarakat jangan hanya terjebak pada euforia mundurnya Novanto. Masyarakat juga diminta mengetahui kewajiban-kewajiban Freeport sebagai perusahaan tambang, seperti kewajiban divestasi saham, dan pembangunan smelter.
"Kawan-kawan juga harus tahu, yaitu kewajiban-kewajiban Freeport. Jangan hanya berita-berita 'Papa Minta Saham', sehingga kewajiban Freeport yang harus dilaksanakan terlupakan," kata Eni.
Kekeliruan Pemerintah Soal Kontrak Freeport di Masa Lalu
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menilai kontrak karya PT Freeport Indonesia di Indonesia harus diakhiri pada waktunya. Sebab, aturan tersebut sudah ada dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan Mineral dan Batubara.
Salah satu poin yang diatur dalam UU tersebut menyebutkan bahwa tidak diperbolehkan adanya kontrak yang terjalin antara negara dengan perusahaan, sebab strata yang berbeda. Artinya, kontrak karya yang ada harus antara negara dengan negara atau badan usaha dengan badan usaha.
"Undang-Undang nomor 4 tahun 2009, itu sebenarnya sudah melarang Kontrak antara negara dengan swasta itui tidak boleh, jadi kalau mau (lanjut) harus dengan izin usaha," ujar Mahfud usai acara diskusi Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) di jakarta, Jumat 18 Desember 2015.
Mahfud yang juga ketua Presidium KAHMI menjelaskan, ada kekeliruan pada masa lalu yang terjadi saat penandatanganan kontrak awal antara Petinggi Freeport Indonesia dengan pemerintah Indonesia.
Menurutnya, salah satu isi yang disepakati dalam kontrak yang ditandatangani pada tahun 1991 itu, perpanjangan kontrak bisa dilakukan sewaktu-waktu sesuai kesepakatan.
"Kontrak dengan Freeport itu harus habis. Kalau Freeport mau lanjut harus dengan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Jangan antara perusahaan dan negara kontraknya. Jadi dengan IUPK, dia (Freeport) bisa bermitra dengan badan usaha milik negara (BUMN) , bukan dengan negara secara langsung," tegas Mahfud.
Ia melanjutkan, seharusnya negara bisa betul-betul memiliki dan mengelola segala kekayaan sumber daya alam yang ada di tanah air. Selama ini, Indonesia tampak terjerat oleh kontrak-kontrak karya pertambangan peninggalan masa lalu.
"Tentunya kita tidak boleh menafikkan kontrak yang sudah ada. Tapi, pada prinsipnya mulai tahun 2009 tidak boleh ada kontrak antara negara dengan perusahaan, yang boleh itu sistem pemberian izin usaha," tambahnya.
"Sehingga negara bisa betul-betul memiliki sumber daya alam ini. Saya heran Mengapa masih ada istilah perpanjangan kontrak, apakah itu benar atau tidak?. Biar saja ini diselesaikan sendiri oleh pemerintah," kata dia.
Sumber dari : www.viva.co.id
Freeport Indonesia
PT Freeport Indonesia menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas, dan perak.
Beroperasi di daerah dataran tinggi di kabupaten Mimika, provinsi Papua, Indonesia.
Freeport Indonesia memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia.
Pada tahun 1936, Jean Jacques Dozy menemukan cadangan Ertsberg atau disebut gunung bijih,
lalu data mengenai batuan ini dibawa ke Belanda. Setelah sekian lama bertemulah seorang Jan Van Gruisen – Managing Director perusahaan Oost Maatchappij,
yang mengeksploitasi batu bara di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengggara dengan kawan lamanya Forbes Wilson,
seorang kepala eksplorasi pada perusahaan Freeport Sulphur Company yang operasi utamanya ketika itu adalah menambang belerang di bawah dasar laut.
Kemudian Van Gruisen berhasil meyakinkan Wilson untuk mendanai ekspedisi ke gunung bijih
serta mengambil contoh bebatuan dan menganalisanya serta melakukan penilaian
Cadangan yang ada disana:
2,52 Miliar ton bijih:
·0,97 gram/ton tembaga
·0,83 gram/ton emas
·4,13 gram/ton perak
Selama penambangan sejak awal berdiri Freeport sudah banyak kerusakan lingkungan Papua.
Sungai yang tercemar logam berat sampai kerusakan permanen pada hutan di sekitar pertambangan yang turut merusak kekayaan hayati di Indonesia.
Dampak secara tak langsung juga merugikan masyarakat yang hidup bergantung pada sungai di Papua.
Sebanyak kurang lebih 300.000 Ton/Hari Limbah dihasilkan dan dibuang dari proses pertambangan oleh perusahaan Amerika tersebut ke hutan dan sungai
Ratusan ribu ton bijih Emas, Perak, dan tembaga dihasilkan dan di bawa ke Amerika yang diambil dari Indonesia
Indonesia banyak dirugikan dengan adanya Freeport. Sebanyak jutaan Ton Bijih Emas, Perak, dan Tembaga ditambang dari Papua,
harusnya kita menjadi negara yang kaya raya terutama di papua,
Indonesia mendapatkan paling banyak 10% dari keuntungan yang didapat oleh Freeport.
Karena Freeport melakukan pemurnian di negara asalnya yaitu Amerika Serikat.
Sumber dari : wikipedia
Freeport Indonesia
PT Freeport Indonesia menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas, dan perak.
Beroperasi di daerah dataran tinggi di kabupaten Mimika, provinsi Papua, Indonesia.
Freeport Indonesia memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia.
Pada tahun 1936, Jean Jacques Dozy menemukan cadangan Ertsberg atau disebut gunung bijih,
lalu data mengenai batuan ini dibawa ke Belanda. Setelah sekian lama bertemulah seorang Jan Van Gruisen – Managing Director perusahaan Oost Maatchappij,
yang mengeksploitasi batu bara di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengggara dengan kawan lamanya Forbes Wilson,
seorang kepala eksplorasi pada perusahaan Freeport Sulphur Company yang operasi utamanya ketika itu adalah menambang belerang di bawah dasar laut.
Kemudian Van Gruisen berhasil meyakinkan Wilson untuk mendanai ekspedisi ke gunung bijih
serta mengambil contoh bebatuan dan menganalisanya serta melakukan penilaian
Cadangan yang ada disana:
2,52 Miliar ton bijih:
·0,97 gram/ton tembaga
·0,83 gram/ton emas
·4,13 gram/ton perak
Selama penambangan sejak awal berdiri Freeport sudah banyak kerusakan lingkungan Papua.
Sungai yang tercemar logam berat sampai kerusakan permanen pada hutan di sekitar pertambangan yang turut merusak kekayaan hayati di Indonesia.
Dampak secara tak langsung juga merugikan masyarakat yang hidup bergantung pada sungai di Papua.
Sebanyak kurang lebih 300.000 Ton/Hari Limbah dihasilkan dan dibuang dari proses pertambangan oleh perusahaan Amerika tersebut ke hutan dan sungai
Ratusan ribu ton bijih Emas, Perak, dan tembaga dihasilkan dan di bawa ke Amerika yang diambil dari Indonesia
Indonesia banyak dirugikan dengan adanya Freeport. Sebanyak jutaan Ton Bijih Emas, Perak, dan Tembaga ditambang dari Papua,
harusnya kita menjadi negara yang kaya raya terutama di papua,
Indonesia mendapatkan paling banyak 10% dari keuntungan yang didapat oleh Freeport.
Karena Freeport melakukan pemurnian di negara asalnya yaitu Amerika Serikat.
Sumber dari : wikipedia


0 Response to "Feeport - Tambang Emas"
Post a Comment